Kamis, 22 September 2011

PUISI III

Kumpulan Puisi ( Poems ) Bag III
Judul :
Si Kecil Di Jalanan
Padi untuk Anak Cucuku
BELERANG DIPANGGULNYA

Si Kecil Di Jalanan
Berjalan kakinya menyusuri kerasnya tepian trotoar yang menyilaukan
Keringat mulai membasahi kulit hingga metetes di ujung-ujung rambutnya
Kadang matanya terpecing karna melawan terangnya sinar sang surya
Kaki kecilnya terus menapak seakan tak kenal apa itu lelah dan papah

Bunyi perut pertanda paksakan tangan tuk bekerja
Terlantunkan suara kadang parauh, lemas dan terengah
Dibersihkannya kaca mobil dari sandaran debu yang manja
Diteriakannya judul, berita koran-koran dan majalah
Disaputnya sepatu-sepatu hingga berkilau meski nyilu tangannya
Bila beruntung, ada sedikit orang yang memberikan rupiah tanpa dia bekerja
Bathinnya tersenyum dan hatinya berdoa
Semoga si pemberi ikhlas dan bahagia di kehidupan dua alamnya

Pernah bentakan kasar mendera telinganya
Pernah jongkrokan keras meninpa kepalanya


Pernah tamparan air terlindas roda membasahi tubuhnya
Pernah terampas jerih payahnya oleh mereka yang tidak berhati manusia
Pernah berdarah kulit mungilnya, terjatuh tuk mengejar rupiah
Sering tetesan air matanya tersembunyikan dari mereka –mereka di jalan raya.

Hari ini adalah hari ini
Si kecil itu tidak ingin tahu bagaimana esok hari
Nasi di mulut mungil itu adalah harta mereka sampai mati
Jelas di mata mereka kekayaan dipamerkan tanpa henti
Kemana si kaya, butakah mereka, tulikah mereka, apa mereka masih mempunyai hati
Si kecil tanpa cita-cita, tanpa harapan hanya naluri tuk bertahan hidup yang tak dimengerti.

By. Irawan.

Padi untuk Anak Cucuku
Jejak musim demi musim bersahabatlah dengan kehidupanku
Kerjaku tergantung sifatmu yang tertentukan oleh Sang Maha Satu
Tubuh ini telah akrab dengan lumpur, matahari, angin, hujan dan halilintar yang menggemuruh
Saat hamparan permadani padi menguning, terbalaslah sudah semua peluhku.

Subuh setelah tugasku pada Sang Pencipta, tergeraklah kaki ini ke pematang
Kuremas cangkul dan kuayunkan hingga ototku mengeras dan meregang
Sejauh ini telah kucangkul, nyilu terasa dan kutegakkan pinggang
Kujaga dan kurawat juntaian padi ini hingga hari menjelang petang.

Bersujudku PadaMu Ya ILLAHI, agar padiku tumbuh menunduk PadaMU pula
Tiap butir padiku penuh harapan yang besar tuk meraih cita-cita
Saat hujan menunda tetesannya, keringatkulah yang menyiraminya
Kadang ku ingin bermalam di tepi sawah, menemani padiku dibawah purnama.

Sampaikah padiku berganti rupiah
Belaian kertas yang berarti bagi manusia
Sampaiklah padiku membesarkan cucuku dirumah
Karna dia berhak hidup dari padiku yang tumbuh di tanah pertiwi tercinta
Sampaikah umurku berkali-kali memanen butiran-butirannya
Kupaksakan tetap tegak tubuh rentah, kulit tipis menghitam ini untuk meraihnya.

By. Irawan

BELERANG DIPANGGULNYA
Mampukah dia menjalaninya, bisakah dia melaluinya
Setiap hari keraguan yang terpatahkan oleh semangatnya tertanam dalam pikirannya
Akankah dia meraih hasil ditengah menanjaknya tanah yang harus dijamahnya
Kebiasaan yang tak bisa diabayangkan kapan berakhirnya seiring tegar tubuhnya

Alas tebal seadanya seakan percuma karna kerikil tajam masih terasa di telapak kakinya
Berat dia angkat langkah demi langkah menyusuri jalan yang semakin meninggi
Dia hela nafas sesaat sampai di puncak tertinggi karna saat kembali lebih berat dari keberangkatannya
Bahunya mengeras karna terbiasa tergayut bambu yang terbebani belerang yang tersusun tinggi

Asap panas dari mulut kawah menyapa perih mata dan kulitnya yang kering dan berdebu
Air mata selalu keluar membasahi matanya tuk menyejukkan mata itu dari sentuhan gumpalan putih yang menyakiti
Dia raih onggok demi onggok belerang denga nafas yang seringakli tertahan karna sesak dan ngilu
Dia tumpuk dalam dua keranjang yang akan segera dia papah keatas pinggiran kawah karna dadanya mulai tak tahan dan mendidih

Tulang dalam tubuhnya berusaha bertahan membawa beratnya beban menuruni terjalnya lereng gunung itu
Pelan-pelan dia langkahkan kakinya agar tak terjatuh isi dua keranjang tumpuhan hidupnya setiap hari
Sesekali dia berhenti untuk menata nafas yang tersengal dan tubuh yang dia paksa untuk tetap tegak berdiri tanpa keluh
Sesampainya dibawah dia harus kembali lagi, keatas dan turun berulang-ulang sampai batas kuat tubuhnya terhenti

Kadang dia berpikir bila gunung ini tidak tinggi
Kadang dia tak ingin kembali jikalau bukan karna tuk terus menyambung hidup ini
Kadang dia berharap bila belerang ada di dasar dan bukannya di puncak yang harus didaki
Dan sering dia berkhayal bahwa kawah itu indah, segar, sejuk, tidak berasap panas dan perih

Dia tidak peduli sampai habisnya keringatnya terperas jatuh menyirami jejak tapaknya
Karna gunung itulah hidupnya yang setiap hari harus dia taklukkan dengan semangatnya
Yang dia takuti hanya batas kekuatan tubuh dan nafasnya tuk mengiringi panggulan belerang kuningnya
Entah berapa ribuan kilo jarak yang pernah dijajaki selama dia menekuni pekerjaan yang terlanjur menyatu dalam hidupnya

Entah ..dan entah karna dia sudah tidak peduli lagi..
Entah ..dan.. entah,.. karna inilah jalan yang harus dia lalui
Baginya, gunung adalah dunia yang berbaik hati padanya
Baginya, gunung adalah harta dari Tuhan yang harus direngkuh meski dengan curahan peluhnya

By. Irawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar