Kamis, 02 Desember 2010

SIFAT KOSUMERISME YANG BERLEBIHAN

Karakter seperti ini dipunyai oleh kebanyakan masyarakat kita, terutama oleh mereka –mereka yang sedang mendapatkan kelebihan rejeki/materi, ataupun yang memang sudah terbiasa dengan keinginan yang berlebihan atau dengan kata lain mereka-mereka dari tingkatan ekonomi menengah keatas. Sedangkan untuk masyarakat miskin atau yang pendapatannya di bawah standart rata-rata perkapita per bulan, cenderung untuk tidak bersifat konsumerisme, karena mereka lebih memikirkan makan ketimbang memenuhi kebutuhan yang lain. Mereka berpikir mempertahankan hidup lebih penting ketimbang menikmati hidup. Bagi mereka apa yang ada pada saat ini adalah anugrah yang disyukuri dan untuk esok adalah harapan yang harus diperjuangkan. Lain halnya dengan orang yang berpenghasilan lebih, kecenderungan kebingungan untuk membelanjakan uangnya tiap hari seringkali mengesampingkan nilai kepentingan / nilai kegunaan dari sesuatu yang mereka beli.

Konsumerisme tersebut bukan hanya sebatas pada barang atau benda saja tetapi juga pada bidang kepuasan bathiniah atau juga pada sesuatu hal yang bersifat untuk meningkatkan nilai penampilan atau image. Budaya untuk berkonsumtif kadang dapat mengalahkan keinginan untuk hidup berhemat bahkan mungkin juga untuk berpola hidup sehat.

Kata konsumerisme yang berlebihan didasarkan akan rasa keingainan yang teramat besar untuk melakukan pembelian, penggunaan pada barang-barang ataupun hal-hal yang sebenarnya bila dipikir-pikir ulang kita tidak begitu memerlukannya. Sifat yang demikian ini biasanya timbul untuk mengisi waktu luang, jaminan social yang dirasa sudah berlebih baik untuk saat itu ataupun masa yang akan datang, menghilangkan kejenuhan atau permasalahan yang sedang dihadapi untuk sesaat, ataupun yang lebih tidak baik lagi adalah sudah menjadi watak dasar / basic karakter untuk memiliki barang atau sesuatu hal lebih dari beberapa buah tau beberapa hal dengan nilai kegunaan yang sama.

Pada dasarnya mereka ingin bahagia pada saat itu, yang sebenarnya jika di kaji ulang secara logika, kebahagiaan bukan hanya didapat dengan melengkapi atau memnuhi segala kebutuhan yang talah terpenuhi atau belum terpenuhi, tetapi kebahagiaan juga bisa diraih dengan membahagiakan orang-orang lain meski sedikit, dan kalau bisa dengan lebih banyak, dengan yang demikian ini kebahagiaan bathin kita juga akan terpenuhi bahkan bisa teraasa teramat lama. Pengalihan sifat konsumerisme juga bisa dilakukan dengan mencoba berinvestasi secara kecil-kecilan (yang tidak beresiko besar), atau mungkin juga sifat konsumerisme tersebut dijadikan bisnis dengan menjual kembali barang yang telah kita beli baik itu secara door to door, via friends ataupun disediakan outlet/tempat khusus, tetapi yang demikianm ini biasanya beresiko pada pertimbangan untung dan rugi dan harus melaui proses belajar dan berkonsultasi dengan para ahli di bidang tersebut.

Jadi sebenarnya untuk menghambat rasa konsumerisme tersebut sebaiknya kita berpikir dan berpikir dahulu tentang nilai kegunaannya untuk jangka pendek atau jangka panjang atau juga dengan membayangkan atau menghayalkan dahulu seolah-olah barang atau sesuatu hal itu telah kita dapat/peroleh kemudian kita cermati apa dan bagaimana nilai kegunaannya, lebih banyak manfaatnya, sedikit manfaatnya atau bahkan tidak bermanfaat sama sekali. Cobalah untuk membelanjakan uang anda pada hal-hal yang tepat dan berguna, misalnya buku, atau berinvestasi ke atas yang bersifat amal atau charity. (sebaik-baik manusia adalah manusia yang berguna pada orang-orang lain)

By. Irawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar