Kamis, 02 Desember 2010

TAHAPAN UMUR MENENTUKAN KARAKTER WANITA DALAM MENCARI PASANGANNYA.

Seperti halnya laki-laki, wanita juga mengalami proses transisi masa umur, its mean dalam beberapa fase tingkatan umur menuju masa tua pada tiap fasenya, mereka akan mengalami perubahan kepribadian dan gaya hidup baik secara langsung ataupun tidak, dan baik mereka sadari ataupun tidak, dan implementasi penggunaan kepribadian tersebut bisa saling kembali tergunakan lagi pada beberapa fase berikutnya seiring bertambahnya pengalaman dan semakin meningginya wawasan kedewasaan mereka.

Fase pertama adalah fase pada masa umur belia atau remaja atau juga yang bahasa trendinya dikenal dengan masa ABG (anak baru gede). Biasanya fase ini berkisar pada umur 14 sampai dengan 19 tahun. Dalam masa ini. Seorang anak gadis, pada masa ini keinginan untuk mencoba sesuatu yang baru sangatlah tinggi, karena mereka masih memiliki tingkat ketergantungan pada orangtua dan keluarga yang tinggi juga ( dalam artian, mereka masih merasa punya pembagian rasa tanggungjawab dengan keluarga meraka), memungkinkan mereka untuk berpikiran pendek dengan lebih mengesampingkan suatu akibat atau resiko.

Mereka masih mengedepankan basic bahwasannya waktu atau saat inilah masa petualangan mereka untuk mengetahui dan mengenal lawan jenisnya atau model gaya hidup terbaru yang terjadi dan akan terjadi pada masa mereka. Dan sisi negative kecenderungan seperti ini biasanya mengesampingkan pula kerasionalan dan logika, yang erat hubungannya dengan sesuatu yang tak terduga, di liuar control dan akibat yang permanent dan panjang. Kebebasan yang berlebihan menyebabkan mereka lebih berani untuk melakukan hal-hal yang sebenarnya perlu dipikirkan lagi dan berulang kali untuk dipikirkan. Akibat dari kecenderungan tanpa logika dan tanpa berpikir lebih panjang, mereka lebih mudah untuk termanfaatkan dengan memberikan rasa percaya atau menanamkan perasaan percaya pada lawan jenis meraka yang sebenarnya mereka belum memahami arti sesungguhnya dari kata percaya tersebut. Dimasa atau fase umur inilah sebenarnya fase dimana bimbingan atau peranan orang tua harus lebih intens, dengan mengutamakan pendekatan yang fleksibel, normative dan masuk dalam alam dunia mereka. Orang tua mesti lebih low profile untuk mencoba membuka dan menguak segala apa keinginan dan harapan remaja pada fase tersebut. Sebagai misal dengan memberikan nasehat-nasehat pada kondisi yang penuh canda, atau bahkan mungkin dengan lebih memberikan pengertian bahwa apa-apa yang orangtua katakan bila difikirkan sebenarnya demi kepentingan dan kebaikan mereka, orang tua juga harus bisa memberikan gambaran sebab akibat dari suatu tindakan atau pola hidup yang akan diambil oleh putra-putri mereka. Tingkat keberhasilan mengarahkan perilaku dan pola pikir remaja pada fase tersebut sebenarnya sangat tergantung dari tauladan yang diberikan orang tua mereka. Contoh dan dasar pembentukan yang benar dan baik terletak pada keluarga dan tentunya tergantung dari apa yang mereka (putra-putri) kita lihat dan dengar dari orang tuanya. Hubungannya dengan proses pencarian pasangan hidup sebenarnya sangatlah sederhana, tetapi rentan dan penuh dengan resiko yang tak terbayangkan. Mereka pada fase tersebut sebenarnya lebih membutuhkan teman untuk mengisi waktu kesepian mereka, juga untuk mendapatkan perhatian yang lebih dari lawan jenisnya. Fase ini penuh dengan ego jati diri. Tingkat nilai tawar bahwasannya mereka mempunyai sesuatu yang lebih dan waktu yang panjang sangat menentukan cara bagaimana mereka mendapatkan pasangannya. Keseriusan dari dasar suatu hubungan bukanlah titik tolak yang mereka gunakan, mereka lebih mencari bagaimana bisa memuaskan tingkat keingintahuan mereka yang tentunya tanpa pemikiran yang benar dan panjang. Dengan masih tingginya nilai tawar yang terdapat dalam diri remaja di fase ini membuat ego yang semakin meluap-luap dan tak terkendali, mereka berpikiran kebebasan adalah sandaran hidup dan jalan yang terbentang di depan mereka. Mereka bisa mempunyai beberapa pasangan atau dengan kata lain pula mereka bisa dengan mudah berganti-ganti pasangannya, dan dengan seperti itu membuat tingakatan kepuasan ego dan jati diri semu mereka mulai terpenuhi. Sebagian besar mereka tidak pernah berpikir bahwasannya semua hal buruk bisa terjadi tanpa sepengetahuan mereka dan lepas dari perhitungan mereka. Jika sesuatu hal yang buruk/ negative telah terjadi pada mereka, mereka biasanya lebih memilih bersikap diam, dan hal ini sangatlah merugikan mereka. Keterbatasan pikiran untuk menyelesaikan masalah dan pola hidup yang mereka miliki sering membuat mereka tambah salah untuk mementukan langkah selanjutnya dengan kata lain mereka akan membut kesalahan yang lebih besar lagi. Padahal bila dalam suatu keluarga terbiasa dengan proses keterbukaan yang baik dan tauladan yang baik pula dari orang tuanya akan membuat mereka lebih nyaman untuk mengeluh kesah akan segala persoalan yang terjadi pada diri mereka.

Fase kedua, adalah fase yang terjadi pada remaja yang berumur 20 tahun sampai 23 tahun. Bisa dikatakan bahwasannya jenjang umur pada fase tersebut merupakan fase penyesuaian diri dengan lingkungan, pergaulan dan cita-cita mereka. Gelombang kenyataan hidup yang mereka dapatkan bertubi-tubi menghampiri mereka, dan tingkat keraguan akan suatu pandangan hidup terjadi pada fase tersebut. Hubungan fase tersebut dengan proses pencarian pasangan hidup masih terpengaruhi oleh ego keakuan dan kemampuan mereka untuk meningkatkan nilai saing, baik secara fisik ataupun social dan pribadi mereka. Keegoan dalam fase ini lebih banyak terpengaruh oleh prinsip idealisme yang mereka punyai. Jika pada fase pertama mereka lebih mudah untuk melarikan diri dari suatu permasalahan hubungan dengan lawan jenisnya atau pasangannya, pada fase kedua ini, jika terjadi suatu kesalahan atau permasalahan dalam menjalin atau proses hubungan dengan pasangannya akan mereka terima dengan dasar pemikiran bahwasannya mereka mampu mengatasi dan merubah segala apa kesalahan yang terlanjur terjadi pada hubungan mereka. Mereka malu untuk mengakui bahwasannya hubungan yang mereka pilih adalah salah dan penuh ketidakbaikan pada diri mereka, idealisme bahwasannya mereka bisa semuanya berubah sesuai keinginan mereka sangatlah mereka percayai atau mereka terlalu berani untuk mengambil resiko bagi mereka sendiri. Jika mereka berpikir lebih baik dan panjang atau jika mereka mempunyai rasa idealis yang bertolak pada logika kebenaran dan kenyataan hidup, mereka masih mempunyai hak penuh untuk memilih sesuatu yang baik pada diri mereka, karena memang hidup adalah pilihan. Dan kemampuan tiap manusia adalah terbatas, keputusan untuk berubah dengan memilih yang terbaik dan terpercaya bagi mereka sebenarnya bisa dan menjadi hak bagi mereka, meskipun dengan keputusan tersebut sesuatu yang pahit dan menyakitkan untuk masa itu harus mereka terima, tetapi sebenarnya bila kita berpikir lebih panjang lagi sebenarnya kepahitan itu adalah sesuatu yang terbaik yang akan terjadi pada masa selanjutnya dan akan memberikan nuasa yang lebih cerah juga pada masa-masa selanjutnya. Sebenarnya untuk melihat sikap, karakter atau pola pikir lawan jenis atau pasangan kita, bisa kita lakukan dengan mudah, yaitu dengan cara mengandaikan bagaimana bila kita mengatakan, berbicara atau bersikap seperti pasangan kita, dengan seperti ini kita akan bisa tahu maksud yang melatarbelakangi karakter dan arti ucapan dari pasangan kita.

Dua fase umur diatas dan segala hal yang terjadi diatas lebih dominant teralami oleh remaja wanita atau kaum hawa, karena untuk kaum adam/laki-laki, kebebasan lebih membuat mereka bisa merubah lebih cepat, entah itu berubah menjadi lebih baik, lebih positif atau bahkan berubah menjadi lebih tidak baik, atau juga bolak-balik berubah-rubah tidak menentu. Kebebasan akan keleluasaan fisik dan waktu membuat kaum adam/laki-laki lebih gampang untuk menentukan karakter diri sesuai kenginginan mereka.

Fase ketiga, Fase dengan analogi jenjang umur 24 sampai 30 tahun. Fase dimana pola fikir jangka panjang dan proses kedewasaan melengkapi langkah penentuan mereka. Mereka biasanya minimal menyamakan sumber daya dan nilai pribadi mereka sendiri untuk mencari calon pasangan yang serius bagi mereka, pembandingan yang demikian ini tentunya mereka dasari dari cara berfikir untuk mencapai sesuatu yang lebih baik bagi masa depan mereka bila mereka berkeluarga. Berbagai basic pemikiran mereka gunakan, sebaiknya pertama kali basic pemikiran yang harus mereka cari adalah berumus pada hal yang bersifat religi, pada aturan, peringatan, anjuran dan larangan dalam kitab suci agama sesuai yang mereka anut. Banyak kebimbangan dan alternative ukuran yang akan mereka ambil sebagai keputusan penting. Tetapi bila mereka kembali lagi pada hal yang bersifat religi sebenarnya akan sangat mudah untuk menentukan calon pasangan hidup yang serius bagi mereka. Secara umum mereka akan mencari calon pendamping hidup yang mempunyai mata pencaharian sendiri, nyambung dalam berbagai hal, pekerja keras, mau mengerti dan dimengerti, menerima apa adanya keadaan keluarga dan lingkungan masing-masing, kreatif, mempunyai beberapa kelebihan, bertanggungjawab, dan fisik adalah bukan lagi menjadi tolak ukur yang utama. Tetapi di fase ini ukuran jarak umur masih mengikuti keputusan mereka.

Fase keempat, yaitu fase dengan umur 31 th sampai dengan 45 th. Inilah fase dimana semua analogi pengambilan keputusan untuk mencari calon pendamping hidup semuanya berujung pada tanggungjawab yang benar-benar tulus dan saling menerima dan mengerti. Basic pengambilan keputusan juga tidak lagi berdasar pada ukuran mengedepankan ego semata tapi pembesaran rasa menerima dan memperbaikai diri. Kesadaran akan hidup yang lebih dewasa dan penuh pengertian menenggelamkan beberapa karakter yang penuh keakuan dan khayalan yang tidak pasti. Yang terpenting bagi mereka adalah baiknya kepribadian seseorang yang di topang dari apa yang mereka kerjakan, apa yang mereka lakukan, dan apa yang mereka katakana sesuai dengan yang dilakukannya, pengesampingan kisah masa lalu mengikuti fase ini.dan jelas hal ini umur bukan lagi ukuran yang harus diperdebatkan, bisa saja calon pasangannya lebih muda dari mereka, sedikit atau banyak, bisa juga lebih tua dari mereka,.keseriusan untuk berumah tangga bukan lagi suatu hal yang harus dicoba-coba ataupun diupayakan untuk dijalani seiring waktu, tetapi berumah tangga merupakan kepastian hidup yang dipenuhi oleh niat baik ibadah dan akan terus dipertahankan sekuat mungkin untuk tetap utuh.

Sesungguhnya jika kita mau mengerti apa arti hidup ini, tentunya kita akan mungkin bisa lebih bijak untuk mencari dan menentukan yang bagaimanakah calon pasangan hidup yang terbaik bagi kita, sebenarnya hidup adalah pilihan, memilih hidup lebih baik tampa banyak mencoba-coba, tentunya dengan konsekuensi pembekalan diri dengan basic religi, kesabaran, ketlatenan dan keuletan, atau pilihan hidup dengan mencoba-coba dengan berbagai pilihan karakter dan status social dan sebagainya, dan konsekuensinya adalah resiko hidup yang tidak bisa kita perkirakan besar kecilnya. Semoga wacana diatas bisa menambah materi pemikiran kita untuk menyikapi hidup berkeluarga lebih baik menuju kehidupan yang membahagiakan secara bathiniah dan lahiriah.

By. Irawan

http://kreatifkerja.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar